Perjuangan Ali Bin Abi thalib bersama Rasulullah
SAAW
Secara positif, landasan dakwah Nabi saw. adalah mengajak
umat manusia kepada perdamaian dan membebaskan mereka dari setiap ancaman
kehancuran dan kerugian perang. Ia memulai dakwah dari kota Mekah, kota sentral
kekuatan jahiliah yang dikuasai oleh orang-orang kafir Quraisy. Dasar gerakan
dan pemikiran mereka adalah kebodohan, kecongkakan, dan egoisme. Mereka adalah
kaum yang keras kepala, sombong, dan bersikeras untuk mengadakan perlawanan
terhadap Rasulullah saw. Di samping itu, mereka melakukan penyiksaan terhadap
orang-orang yang beriman kepada missi Nabi saw. Kondisi ini menyebabkan mereka
harus berhijrah ke Habasyah demi menyelamatkan diri mereka dari kekerasan dan
tekanan kaum kafir Quraisy.
Pada saat itu, Rasulullah saw. dilindungi oleh Singa Padang
Pasir, Abu Thalib, dan putranya, Imam Ali as. Setelah Sang Singa ini kembali ke
haribaan Ilahi untuk selamanya, ia tidak memiliki lagi pendukung untuk
berlindung diri. Kesempatan tersebut digunakan oleh kaum kafir Quraisy untuk
bersekongkol membunuhnya. Mengetahui rencana dan makar jahat ini, ia segera
berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Di Madinahnya memperoleh sambutan yang hangat
dan perlindungan dari penduduknya. Mengetahui peristiwa ini, kaum kafir Quraisy
bertambah berang dan marah seperti orang kebakaran jenggot. Mereka sepakat
untuk menyulut api peperangan dengan penduduk Yatsrib dan berupaya mengerahkan
seluruh sarana dan kekuatan ekonomi untuk menyerang dan melumpuhkan mereka.
Ali as. senantiasa siap siaga di
samping Rasulullah saw. untuk melindunginya dan melakukan serangan balik dalam
seluruh peperangan yang disulut oleh kaum kafir Quraisy itu. Rasulullah saw.
menjadikan Ali as. sebagai komandan perang yang bertugas di garis depan.
Sebagian peperangan yang pernah diikuti Imam Ali as. adalah berikut ini:
Sebagian peperangan yang pernah diikuti Imam Ali as. adalah berikut ini:
1. Perang Badr
Dalam sejarah, peristiwa Badr telah mencatat kemenangan
yang gemilang bagi Islam dan muslimin. Perang ini adalah pukulan yang telak
bagi musyrikin. Dalam perang ini, Allah swt. telah memuliakan hamba dan
Rasul-Nya, Muhammad saw., menghinakan dan menaklukan para musuhnya. Pahlawan
ksatria pada perang ini adalah Imam Amirul mukminin Ali as. Pedang Ali
menghantarkan mereka ke ambang kematian. Kepala musyrikin dan para penentang
Tuhan tertebas habis oleh pedang tersebut. Ketangkasan dan kegigihan Ali dalam
perang tidak diragukan lagi sehingga Jibril turun dan menyampaikan pujian
untuknya dengan ungkapan: “Tidak ada pedang selain Dzul Fiqâr dan tidak ada
pemuda selain Ali.”
Kami telah menjelaskan perang Badr ini dan peran positif Imam Ali as. secara rinci pada Mawsû’ah Al-Imam Amirul Mukminin Ali as., jilid ke-2.
Kami telah menjelaskan perang Badr ini dan peran positif Imam Ali as. secara rinci pada Mawsû’ah Al-Imam Amirul Mukminin Ali as., jilid ke-2.
2. Perang Uhud
Dengan penuh duka yang mendalam, kaum kafir Quraisy
menerima informasi kekalahan pasukannya dan kerugian yang berlipat ganda di
front pertempuran Badar. Hindun, ibu Mu’âwiyah, termasuk salah seorang yang
begitu merasa terpukul dan berduka dengan kekalahan itu. Ia melarang
orang-orang Quraisy, baik kaum laki-laki maupun kaum wanita, untuk menangisi
para perajurit yang terbunuh di medan Badar. Duka dan kesedihan itu tidak akan
pernah padam di dalam lubuk hati mereka sebelum mereka dapat melakukan balas
dendam.
Abu Sufyân bertindak sebagai panglima tertinggi pasukan
pada perang Uhud. Dialah yang memberikan semangat kepada masyarakat jahiliah
Quraisy untuk memerangi Rasulullah saw. Mereka mengumpulkan harta benda dan
dana untuk membeli peralatan dan perbekalan perang. Himbauan Abu Sufyân itu
disambut baik oleh masyarakat demi memerangi Rasulullah saw.
Pasukan Abu Sufyân keluar menuju medan Uhud dengan penuh semangat dan hati yang menggelora disertai oleh kaum wanita mereka sampai peperangan berakhir. Hindun memimpin pasukan wanita. Kaum wanita ini bergerak sembari menabuh genderang dan mendendangkan syair:
Pasukan Abu Sufyân keluar menuju medan Uhud dengan penuh semangat dan hati yang menggelora disertai oleh kaum wanita mereka sampai peperangan berakhir. Hindun memimpin pasukan wanita. Kaum wanita ini bergerak sembari menabuh genderang dan mendendangkan syair:
Bangkitlah wahai putra-putra Abdi Dar.
Bangkitlah wahai para penjaga negeri tak gentar.
Pukulkan pedang kalian dengan bak halilintar.
Bangkitlah wahai para penjaga negeri tak gentar.
Pukulkan pedang kalian dengan bak halilintar.
Sementara itu, Hindun sendiri menyanyikan dendang khusus
yang ia tujukan kepada pasukan Quraisy dengan suara yang lantang:
Jika kalian maju berperang, kami akan peluk kalian dan
gelar permadani.
Jika kalian mundur, kami akan berpisah dengan kalian sampai mati.
Jika kalian mundur, kami akan berpisah dengan kalian sampai mati.
Pasukan kaum musyrikin Quraisy ketika itu berjumlah tiga
ribu orang. Sementara pasukan muslimin hanya berjumlah tujuh ratus orang.
Seorang prajurit musyrikin yang bernama Thalhah bin Abi
Thalhah maju ke depan dengan bendera komando di tangannya. Ia mengangkat
suranya tinggi-tinggi: “Hai para sahabat Muhammad, apakah kalian yakin bahwa Allah
akan mempercepat kami pergi ke neraka dengan pedang-pedang kalian, dan
mempercepat kalian menuju ke surga dengan pedang-pedang kami? Siapakah yang
berani duel denganku?”
Pejuang Islam, Imam Ali as., segera menimpali dan
menyerangnya. Dengan sabetan pedangnya, lelaki itu jatuh ke tanah dengan
berlumuran darah. Ali as. membiarkannya jatuh dan tidak meneruskan
perlawanannya. Tidak lama kemudian, darahnya tumpah dan ia binasa. Kaum
muslimin menyambut kemenangan Ali as. itu dengan penuh gembira, sementara kaum
musyrikin menjadi hina dan nyali mereka surut. Bendera komando pasukan
musyrikin Quraisy diambil alih oleh yang lain. Imam Ali as. menyambut dan
melakukan serangan kepada beberapa orang Quraisy seraya menebas kepala-kepala
mereka dengan pedangnya yang tajam. Hindun selalu membangkitkan semangat jiwa
prajurit kaum musyrikin dan mendorong mereka agar menyerang kaum muslimin.
Setiap kali seorang dari mereka gugur, ia menawarkan celak sembari berseloroh:
“Kamu
ini hanyalah seorang wanita pengecut. Pakailah celak mata ini ini.”
ini hanyalah seorang wanita pengecut. Pakailah celak mata ini ini.”
Sangat disayangkan, dalam peperangan ini kaum muslimin
mengalami kekalahan yang pahit dan kerugian yang memalukan. Hampir saja bendera
Islam jatuh karena itu. Hal itu terjadi karena kecerobohan sekelompok pasukan
Islam yang berani menyalahi pesan Rasulullah saw. Ketika itu Rasulullah saw.
memerintahkan sekelompok pemanah yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair agar
tetap diam di atas bubkit demi menjaga kaum muslimin dari arah belakang. Ia
sangat menekankan agar mereka tidak bergeser sedikitpun dari tempat tersebut.
Ketika pertempuran sedang terjadi, para pemanah itu berhasil membidikkan
panah-panah mereka ke arah pasukan kafir Quraisy dan banyak membunuh mereka.
Pasukan Quraisy mengalami kekalahan telak dan mereka kabur
tunggang-langgang dengan meninggalkan berbagai senjata dan barang-barang
berharga. Kaum muslimin mulai mengumpulkan harta rampasan perang. Melihat harta
kekayaan yang melimpah itu, sebagian besar pasukan pemanah meninggalkan pos
mereka untuk turut serta berebut harta rampasan perang. Mereka telah lupa akan
pesan Nabi saw. untuk tetap tinggal di pos tersebut. Khalid bin Walid, pimpinan
pasukan kafir Quraisy, melihat kondisi para pemanah tersebut dan merasa
memiliki kesempatan emas. Ia segera melakukan serangan terhadap para pemanah
yang masih tersisa di atas bukit itu sehingga banyak pasukan muslimin yang
terbunuh. Setelah itu, Khalid dan pasukannya menyerang para sahabat Nabi saw.
dari arah belakang dan berhasil memporak-porandakan dan membunuh prajurit
muslimin. Dalam serangan ini, prajurit musyrikin banyak membunuh tokok-tokoh
pasukan muslimin.
Pembelaan Ali as. Terhadap Nabi saw.
Kekalahan yang sangat menyakitkan menimpa kaum muslimin.
Sebagian pasukan mereka kabur. Hal ini membuat mereka takut dan gentar
menghadapi kaum musyrikin. Akhirnya sebagian besar mereka meninggalkan Nabi
saw. yang telah dikepung oleh musuh-musuh Islam. Nabi saw. mengalami luka-luka
parah dan jatuh terjerembab ke dalam lubang yang dibuat oleh Abu Amir dan
sengaja ia sembunyikan agar kaum muslimin jatuh ke dalamnya. Ketika itu, Ali
as. berada di samping Rasulullah saw. Ia segera memegang tangan Nabi saw.,
sementara Thalhah bin Abdullah mengangkatnya sehingga ia dapat berdiri.
Pada saat itu, Nabi saw. menoleh kepada Ali as. seraya
bertanya: “Hai Ali, apa yang telah mereka lakukan?” Ali as. menjawab dengan
hati yang tersayat: “Ya Rasulallah, mereka menyalahi janji dan kabur tunggang
langgang.”
Sekelompok orang Quraisy berusaha melakukan serangan terhadap Nabi saw. sehingga ia terpojok. Ia berkata kepada Ali: “Halaulah mereka, hai Ali.” Ali as. menyerang mereka tanpa menunggangi kuda, dan berhasil membunuh empat orang anak Abu Sufyân bin ‘Auf dan enam orang dari kelompok penyerang tersebut. Setelah berusaha dengan susah payah, akhirnya Imam Ali as. berhasil menghalau dan mempermalukan mereka.
Sekelompok orang Quraisy berusaha melakukan serangan terhadap Nabi saw. sehingga ia terpojok. Ia berkata kepada Ali: “Halaulah mereka, hai Ali.” Ali as. menyerang mereka tanpa menunggangi kuda, dan berhasil membunuh empat orang anak Abu Sufyân bin ‘Auf dan enam orang dari kelompok penyerang tersebut. Setelah berusaha dengan susah payah, akhirnya Imam Ali as. berhasil menghalau dan mempermalukan mereka.
Kemudian datang lagi kelompok yang lain untuk menyerang
Nabi saw. Di antara mereka terlihat Hisyâm bin Umayyah. Ali as. pun berhasil
membunuhnya, dan mereka yang masih tersisa kabur. Setelah itu, kelompok ketiga
datang menyerang Rasulullah saw. Di tengah-tengah mereka terlihat Busyr bin
Mâlik. Ali as. juga berhasil membunuhnya, dan sisa kelompok itu pun kabur
dengan kekalahan yang memalukan.
Melihat keberanian dan ketangkasan Ali as., Jibril memohon izin kepada Allah untuk turun. Ia berkata kepada Nabi saw.: “Perlawanannya sungguh membuat kagum para malaikat.” Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Kenapa tidak, karena Ali dariku dan aku darinya.” Jibril menimpali: “Dan aku dari kalian berdua.”
Melihat keberanian dan ketangkasan Ali as., Jibril memohon izin kepada Allah untuk turun. Ia berkata kepada Nabi saw.: “Perlawanannya sungguh membuat kagum para malaikat.” Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Kenapa tidak, karena Ali dariku dan aku darinya.” Jibril menimpali: “Dan aku dari kalian berdua.”
Dengan penuh keperkasaan dan ketangkasan, Ali as.
senantiasa teguh membela Nabi saw. Selama pembelaan ini, ia tertebas pedang
sebanyak enam belas tebasan. Setiap tebasan tersebut telah berhasil membuat Ali
as. jatuh tersungkur ke atas tanah. Tetapi tak seorang pun yang membangunkannya
selain Jibril.
Seluruh musibah dan bencana gala yang dialami oleh pejuang Islam dan penghulu orang-orang yang bertakwa ini hanyalah demi membela Islam semata.
Seluruh musibah dan bencana gala yang dialami oleh pejuang Islam dan penghulu orang-orang yang bertakwa ini hanyalah demi membela Islam semata.
Dalam perang Uhud ini, pejuang Islam abadi yang bernama
Hamzah, paman Nabi saw. meneguk cawan syahadah. Ketika mengetahui
kesyahidannya, Hindun sangat gembira dan berusaha mencari jenazahnya. Tatkala
berhasil menemukan jenazahnya, bagaikan anjing hutan ia merobek perut Hamzah
dan mengeluarkan hatinya, kemudian mengunyahnya dan memuntahkannya kembali. Ia
juga mengiris hidung dan kedua telinga Hamzah, dan kedua anggota tubuh mulia
itu ia jadikan kalung. Hal itu menggambarkan betapa kedengkian dan kebuasan
Hindun yang sangat mendalam serta fanatismenya yang sangat tinggi.
SuAmînya, Abu Sufyân, juga tidak mau ketinggalan. Ia
bergegas menuju jenazah Hamzah dan berbicara kepadanya dengan penuh caci maki
dan kedengkian seraya berkata: “Hai Abu Amârah, masa telah berganti. Kini telah
tiba saatnya, dan dendam nafsuku menjadi reda.” Kemudian Abu Sufyân mengangkat
tombaknya dan menancapkannya ke badan Hamzah yang sudah tak bernyawa lagi itu
sembari berkata: “Rasakanlah, rasakanlah!” … Setelah berbuat demikian, ia
berpaling dengan hati gembira dan suka ria. Hatinya yang penuh dengan
kemusyrikan, kedengkian, dan sifat-sifat buruk itu merasa puas dengan
terbunuhnya Hamzah.
Setelah peperangan usai, Nabi saw. menghampiri jenazah
pamannya, Hamzah, yang telah dirobek-robek perutnya oleh Hindun. Dengan hati
yang sangat sedih dan pilu, ia memandang jasad pamannya itu seraya berkata:
“Hai Hamzah, aku belum pernah ditimpa musibah seperti musibah yang kualami
lantaran kepergianmu ini. Aku tidak pernah merasa murka sebagaimana kemurkaanku
atas tragedi ini. Sekiranya Shafiyyah tidak berduka dan setelah wafatku nanti
tidak dijadikan tradisi, niscaya sudah aku tinggalkan tubuhmu sehingga menjadi
mangsa binatang-binatang buas dan burung-burung ganas. Jika sekiranya Allah
memenangkanku atas orang-orang kafir Quraisy dalam sebuah peperangan nanti,
maka aku akan mencacah-cacah tiga puluh orang dari mereka.”
Muslimin yang lain pun bangkit menuju jasad Hamzah. Mereka
berkata: “Jika kami dapat mengalahkan orang-orang kafir itu pada suatu hari
nanti, pasti kami akan mencacah-cacah badan mereka dengan cara yang tidak
pernah dilakukan oleh seorang Arab pun.”
Melihat hal ini, Jibril turun menyampaikan ayat yang
berbunyi: “Jika engkau menyiksa mereka, maka siksalah sesuai dengan apa yang
mereka lakukan terhadapmu. Tetapi jika kamu bersabar, maka hal itu lebih baik
bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah, kesabaranmu tiada lain kecuali hanya
karena Allah. Janganlah bersedih atas mereka dan janganlah merasa sempit hati
terhadap tipu daya mereka.” (QS. An-Nahl [16]:129-127)
Mendengar ayat ini, Nabi saw. memaafkan para musuh dan bersabar, dan juga melarang muslimin untuk melakukan pencacahan terhadap tubuh-tubuh musuh. Ia bersabda: “Sesungguhnya mencacah tubuh itu haram sekalipun tubuh anjing galak.”
Mendengar ayat ini, Nabi saw. memaafkan para musuh dan bersabar, dan juga melarang muslimin untuk melakukan pencacahan terhadap tubuh-tubuh musuh. Ia bersabda: “Sesungguhnya mencacah tubuh itu haram sekalipun tubuh anjing galak.”
Satu-satunya peperangan yang membawa kekalahan telah bagi
kaum muslimin adalah perang Uhud. Ibn Ishâq berkata: “Sesungguhnya Uhud
merupakan hari duka, bencana, ujian berat. Allah menguji orang yang beriman
dengannya dan menampakkan orang munafik yang melahirkan keimanan pada lisannya,
sementara ia menyimpan kekufuran dalam hatinya. Lebih dari itu, Uhud adalah
hari kehormatan bagi orang-orang yang dimuliakan dengan mati syahid.”
Seusai peperangan, Rasulullah saw. memberitahukan kepada Ali as. bahwa selepas peperangan Uhud ini, kaum musyrikin tidak akan dapat mengalahkan kaum muslimin hingga Allah memberikan kemenagan bagi muslimin.
Demikianlah perang Uhud ini berakhir. Sebagian kisah perang Uhud ini telah kami jelaskan dalam buku kami, Mawsû’ah Al-Imam Amiril Mukminin, jilid ke-2.
Seusai peperangan, Rasulullah saw. memberitahukan kepada Ali as. bahwa selepas peperangan Uhud ini, kaum musyrikin tidak akan dapat mengalahkan kaum muslimin hingga Allah memberikan kemenagan bagi muslimin.
Demikianlah perang Uhud ini berakhir. Sebagian kisah perang Uhud ini telah kami jelaskan dalam buku kami, Mawsû’ah Al-Imam Amiril Mukminin, jilid ke-2.
3. Perang Khandak
Nama lain perang Khandak adalah perang Ahzab. Hal itu
lantaran beberapa kelompok kaum musyrikin bergabung membentuk satu kekuatan
tunggal untuk menyerang pasukan Rasulullah saw. Pada peristiwa perang ini, kaum
muslimin betul-betul merasa khawatir dan diliputi rasa takut yang dahsyat.
Faktor utamanya adalah karena pasukan musyrikin yang sangat kuat dan
orang-orang Yahudi juga turut bergabung dengan mereka. Seluruh pasukan mereka
berjumlah sepuluh ribu prajurit. Sementara pasukan muslimin hanya berjumlah
tiga ribu prajurit saja.
Ketika melukiskan sejauh mana rasa takut yang dialami oleh kaum muslimin dalam peperangan ini, Al-Qur’an berfirman: “Ketika mereka mendatangimu dari bagian atas dan bagian bawah kalian dan ketika mata-matamu terbelalak dan rasa takutmu sampai menembus hati.” (QS. Al-Ahzâb [33]:10)
Pada perang ini, Allah telah memberikan kemenangan bagi Islam melalui tangan Ali bin Abi Thalib as. Dialah orang yang telah berhasil menghancurkan dan memporak-porandakan barisan kaum musyrikin.
Ketika melukiskan sejauh mana rasa takut yang dialami oleh kaum muslimin dalam peperangan ini, Al-Qur’an berfirman: “Ketika mereka mendatangimu dari bagian atas dan bagian bawah kalian dan ketika mata-matamu terbelalak dan rasa takutmu sampai menembus hati.” (QS. Al-Ahzâb [33]:10)
Pada perang ini, Allah telah memberikan kemenangan bagi Islam melalui tangan Ali bin Abi Thalib as. Dialah orang yang telah berhasil menghancurkan dan memporak-porandakan barisan kaum musyrikin.
Menggali Parit
Ketika Nabi saw. mengetahui pasukan Quraisy dan Bani
Ghathafân ingin melakukan serangan terhadap muslimin, ia saw. mengumpulkan para
sahabat dan memberitahukan kepada mereka rencana musuh tersebut. Ia saw.
meminta pendapat mereka masing-masing demi menghalau musuh Islam itu. Salman
Al-Fârisî, salah seorang sahabat terkemuka, mengusulkan untuk menggali parit di
sekitar kota Madinah.
Nabi saw. menyetujui pandangannya itu dan memerintahkan
para sahabat untuk menggali parit. Ide tersebut merupakan taktik perang yang
jitu untuk menyelamatkan pasukan muslimin dari serangan musuh Islam. Melihat
parit digali di sekitar kota itu, pasukan musuh bingung dan tidak memiliki
jalan lain untuk melancarkan serangan terhadap muslimin. Dengan terpaksa,
mereka hanya dapat menggunakan anak panah. Kaum muslimin pun menjawab serangan
mereka dengan serangan yang sama. Saling-melempar anak panah pun terjadi antara
kedua pasukan tersebut tanpa terjadi perangan terbuka di antara mereka.
Imam Ali as. Bertanding dengan ‘Amr
Orang-orang kafir Quraisy merasa jengkel dengan kondisi
perang semacam ini. Karena hal itu tidak memberi kemenangan kepada mereka.
Mereka berusaha mencari ukuran lebar parit yang agak sempit agar kuda-kuda
mereka dapat melompati dan menyeberangi parit. Di tengah-tengah mereka terlihat
‘Amr bin Abdi Wud. Dia adalah ksatria Quraisy dan penunggang kuda Kinânah yang
tangguh pada masa jahiliah.
‘Amr menggenggam pedang. Ia laksana benteng kokoh. Ia
menaiki kudanya dengan penuh bangga dan congkak. Dengan segenap kekuatan ia dapat
melompati parit. Kaum muslimin yang menyaksikan hal itu merasa ciut, kerdil,
dan gemetar. ‘Amr maju menghadap mereka dengan perlahan tapi pasti. Dengan
suara yang lantang dan penuh penghinaan ia berkata: Hai perajurit Muhammad,
adakah yang berani melawanku?”
Hati kaum muslimin bak tercabut dari tempatnya. Mereka
diliputi rasa takut. Untuk kedua kalinya ‘Amr angkat suara: “Adakah yang berani
melawanku?”
Tak seorang pun berani menjawab. Tetapi pejuang Islam, Imam
Amirul Mukminin as. menjawab: “Aku yang melawannya, ya Rasulullah.”
Rasulullah saw. merasa khawatir atas keselamatan putra
pamannya itu. Ia berkata: “Ketahuilah, dia adalah ‘Amr!”
Imam Ali as. menaati perintah Rasulullah saw. dan segera duduk kembali. Kembali ‘Amr mengejek kaum muslimin dan berkata: “Hai para sahabat Muhammad, mana surga yang kalian duga akan memasukinya jika kalian terbunuh? Siapakah di antara kalian yang menginginkannya?”
Imam Ali as. menaati perintah Rasulullah saw. dan segera duduk kembali. Kembali ‘Amr mengejek kaum muslimin dan berkata: “Hai para sahabat Muhammad, mana surga yang kalian duga akan memasukinya jika kalian terbunuh? Siapakah di antara kalian yang menginginkannya?”
Pasukan muslimin membisu seribu bahasa. Imam Ali as. tetap
memaksa Nabi saw. agar memberi izin untuk melawannya. Tak ada lagi alasan bagi
Nabi untuk menolak desakan Ali as. Nabi saw. menetapkan sebuah predikat bagi
Ali as. sebagai tanda keagungan dan kehormatan. Ia saw. bersabda: “Seluruh iman
telah keluar untuk menentang seluruh kekufuran.”
Sungguh betapa predikat kehormatan yang kekal abadi dan bersinar bak matahari. Rasulullah saw. telah memberikan predikat “seluruh imam dan Islam” bagi Abul Husain dan predikat “seluruh kekufuran” bagi ‘Amr.
Sungguh betapa predikat kehormatan yang kekal abadi dan bersinar bak matahari. Rasulullah saw. telah memberikan predikat “seluruh imam dan Islam” bagi Abul Husain dan predikat “seluruh kekufuran” bagi ‘Amr.
Setelah itu Nabi saw. mengangkat kedua tangan seraya
memanjatkan doa dan harapan kepada Allah swt. agar menjaga putra pamannya itu.
Ia saw. berkata: “Ya Allah, Engkau telah mengambil Hamzah dariku di perang Uhud
dan mengambil ‘Ubaidah di perang Badar. Maka jagalah Ali pada hari ini. Wahai
tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku sendirian. Sesungguhnya Engkau adalah
sebaik-baik pewaris.”
Ali as. maju menyerang dengan penuh semangat. Ia tidak
merasa takut dan gentar sedikitpun terhadap ‘Amr bin Abdi Wud. Ia bangkit
dengan tekad yang kokoh membaja bak ksatria yang tak ada bandingannya. ‘Amr
terkejut dengan pemuda yang berani maju untuk melawan dan tak gentar.
‘Amr bertanya: “Siapa kamu?”
Imam Ali menjawab dengan meremehkannya: “Aku adalah Ali bin
Abi Thalib.”
‘Amr menampakkan rasa kasihan kepadanya seraya berkata: “Dahulu, ayahmu adalah teman baikku.”
Imam Ali as. tidak bergeming sedikit pun dengan celotehan ‘Amr itu. Ia malah menjawab: “Hai ‘Amr, engkau telah berjanji kepada kaummu bahwa tidak seorang pun dari Quraisy yang mengajakmu kepada tiga karakter melainkan engkau pasti menerimanya?”
‘Amr menampakkan rasa kasihan kepadanya seraya berkata: “Dahulu, ayahmu adalah teman baikku.”
Imam Ali as. tidak bergeming sedikit pun dengan celotehan ‘Amr itu. Ia malah menjawab: “Hai ‘Amr, engkau telah berjanji kepada kaummu bahwa tidak seorang pun dari Quraisy yang mengajakmu kepada tiga karakter melainkan engkau pasti menerimanya?”
‘Amr menjawab: “Ya, itulah janjiku.”
Ali as. berkata: “Aku mengajakmu kepada Islam.”
Ali as. berkata: “Aku mengajakmu kepada Islam.”
‘Amr tertawa seraya berkata kepada Imam Ali sembari
menghina: “Jadi, aku harus meninggalkan agama nenek moyangku? Jangan usik
masalah ini!”
Ali as. berkata: “Aku akan menahan tanganku untuk
membunuhmu, dan engkau bebas kembali.”
Mendengar ucapan lancang itu, ‘Amr marah dan berkata: “Jika begitu, bangsa Arab pasti membincangkan kepengecutanku.”
Imam Ali as. melontarkan tawaran ketiga yang ‘Amr sendiri telah berjanji untuk menerimanya. Imam Ali berkata: “Kalau begitu, aku mengajakmu duel.”
Mendengar ucapan lancang itu, ‘Amr marah dan berkata: “Jika begitu, bangsa Arab pasti membincangkan kepengecutanku.”
Imam Ali as. melontarkan tawaran ketiga yang ‘Amr sendiri telah berjanji untuk menerimanya. Imam Ali berkata: “Kalau begitu, aku mengajakmu duel.”
‘Amr sangat terkejut dengan keberanian pemuda yang telah
berani menantang dan menginjak-injak kehormatannya. ‘Amr turun dari kudanya dan
dengan cepat melayangkan pedangnya ke arah leher Imam Ali as. Imam menangkis
serangannya dengan prisai. Tetapi pedang ‘Amr dapat menembus ke bagian kepala
Imam Ali as. dan menciderainya. Muslimin yakin bahwa Imam Ali as. telah
menjumpai ajal. Tetapi Allah swt. menolong dan menjaganya. Imam Ali as. kembali
menyerang ‘Amr dengan pedang hingga ia roboh. Ksatria Quraisy dan simbol
kemusyrikan itu jatuh tersungkur di atas tanah dengan berlumuran darah seperti
seekor sapi yang disembelih berlumuran darah.
Imam Ali as. mengucapkan takbir yang diikuti oleh pasukan
muslimin. Tulang punggung kemusyrikan telah runtuh dan kekuatannya telah
lumpuh. Sementara Islam telah menggapai kemenangan yang gemilang melalui
kegagahan Imam Al-Muttaqîn as. Sekali lagi Nabi saw. menghadiahkan predikat
agung kepada Imam Ali as. di sepanjang sejarah. Ia bersabda: “Sesungguhnya
pertempuran Ali bin Abi Thalib atas ‘Amr bin Abdi Wud pada perang Khandak
adalah lebih utama daripada amal umatku hingga Hari Kiamat.”
Salah seorang sahabat Nabi saw. yang bernama Hudzaifah bin
Al-Yaman berkata: “Seandainya keutamaan Ali as. dengan membunuh ‘Amr pada
perang Khandak itu dibagi-bagikan kepada seluruh kaum muslimin, niscaya
keutamaan itu akan mencukupi mereka.”
Kemudian turun ayat kepada Rasulullah saw.:.”.. dan Allah
menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan (dengan memberikan kemenangan
kepada mereka) ….” (QS. Al-Ahzâb [33]:25)
Tentang tafsir ayat ini Ibn Abbâs berkata: “Sesungguhnya
Allah mencukupkan kaum mukminin dengan pertempuran Ali as.”
Di samping itu, Imam Ali as. juga berhasil membunuh seorang prajurit Quraisy lainnya yang bernama Naufal bin Abdullah. Dengan demikian, Quraisy mengalami kekalahan yang telak. Ketika itu Rasulullah saw. bersabda: “Kini kita telah mengalahkan mereka, dan mereka tidak akan mampu mengalahkan kita.”
Akhirnya, pasukan kafir Quraisy mengalami kerugian dan kegagalan yang fatal. Sebaliknya, muslimin tidak mengalami kekalahan sedikit pun dalam peperangan ini.
Di samping itu, Imam Ali as. juga berhasil membunuh seorang prajurit Quraisy lainnya yang bernama Naufal bin Abdullah. Dengan demikian, Quraisy mengalami kekalahan yang telak. Ketika itu Rasulullah saw. bersabda: “Kini kita telah mengalahkan mereka, dan mereka tidak akan mampu mengalahkan kita.”
Akhirnya, pasukan kafir Quraisy mengalami kerugian dan kegagalan yang fatal. Sebaliknya, muslimin tidak mengalami kekalahan sedikit pun dalam peperangan ini.
4. Penaklukan Benteng Khaibar
Setelah Allah swt. memuliakan Nabi-Nya dan menghinakan kaum
kafir Quraisy, ia berpikir bahwa program kaum muslimin tidak akan berjalan
lancar, negara Islam tidak akan damai, dan slogan muslimin tidak akan terangkat
tinggi di muka bumi ini selama kekuatan Yahudi sebagai musuh bebuyutan Islam
dari sejak dulu hingga saat itu masih bercokol. Pusat kekuatan dan eksistensi
mereka terletak di benteng Khaibar. Benteng ini adalah pusat produksi senjata
modern pada masa itu. Di antara senjata yang mereka produksi adalah manjanik
yang mampu menembakkan peluru-peluru api. Ketika itu Yahudi adalah sebuah
kekuatan yang siap membantu setiap golongan yang ingin memerangi Islam dengan
berbagai senjata dari pedang, panah, hingga prisai.
Nabi saw. memerintah pasukan muslimin agar melakukan
serangan terhadap benteng Khaibar. Ia menyerahkan komando pasukan kepada Abu
Bakar. Ketika Abu Bakar tiba di benteng Khaibar dengan pasukannya, orang-orang
Yahudi melemparinya dengan manjanik sehingga Abu Bakar merasa kalah dan kembali
dengan ketakutan dan gemetar. Pada hari kedua, Rasulullah saw. menyerahkan komando
pasukan kepada Umar bin Khattab. Ternyata Umar tidak berbeda dengan sahabatnya
itu. Ia kembali dengan membawa kegagalan. Selama benteng Khaibar tetap tegar
dan tertutup rapat, tak seorang pun yang akan berhasil menguasai benteng
tersebut.
Setelah muslimin tidak mampu menumbangkan benteng Khaibar
dan kepemimpinan Abu Bakar dan Umar dianggap gagal, Nabi saw. mengumumkan bahwa
ia akan mengangkat seorang komandan perang yang Allah swt. akan memberikan
kemenangan di tangannya. Ia bersabda: “Besok aku akan berikan bendera komando
perang kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah swt. dan Rasul-Nya. Allah
dan Rasul-Nya juga mencintainya. Dia tidak akan mundur sampai Allah memberikan
kemenangan kepadanya.”
Mendengar maklumat tersebut, muslimin tidak sabar lagi
ingin mengetahui siapakah komandan pasukan yang Allah akan menganugerahkan
kemenangan kepadanya itu. Mereka tidak menduga bahwa ia adalah Imam Ali as.
Karena pada saat itu ia sedang menderita sakit mata. Ketika sinar matahari pagi
mulai menyingsing, Nabi saw. memanggil Ali as. Ketika itu kedua matanya dibalut
dengan kain. Setelah berada di hadapan Nabi saw., ia melepaskan kain pembalut
itu dari kedua mata Ali as. Lalu Nabi saw. memoleskan ludahnya kepada kedua
matanya. Seketika itu juga sakit mata Ali as. sembuh.
Rasulullah saw. berkata: “Hai Ali, ambillah bendera ini
sehingga Allah memberikan kemenangan kepadamu!”
Pejuang Islam itu menerima bendera komando tersebut dari Nabi saw. dengan tekad yang kuat membaja dan gagah perkasa. Imam Ali as. bertanya kepada Rasulullah saw.: “Apakah aku perangi mereka sampai mereka memeluk Islam?”
Nabi saw. menjawab: “Laksanakanlah tugas ini sampai engkau dapat menundukkan mereka. Lalu ajaklah mereka kepada Islam. Beritahukan kepada kewajiban-kewajiban mereka. Demi Allah, jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang saja dari mereka melalui tanganmu, niscaya hal itu lebih baik bagimu daripada memiliki unta merah.”
Pejuang Islam itu menerima bendera komando tersebut dari Nabi saw. dengan tekad yang kuat membaja dan gagah perkasa. Imam Ali as. bertanya kepada Rasulullah saw.: “Apakah aku perangi mereka sampai mereka memeluk Islam?”
Nabi saw. menjawab: “Laksanakanlah tugas ini sampai engkau dapat menundukkan mereka. Lalu ajaklah mereka kepada Islam. Beritahukan kepada kewajiban-kewajiban mereka. Demi Allah, jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang saja dari mereka melalui tanganmu, niscaya hal itu lebih baik bagimu daripada memiliki unta merah.”
Sang panglima perang, Ali as., segera melakukan serangan
dengan gagah berani. Tak sebersit pun rasa takut dan gentar tergores di dalam
hatinya. Ia mengangkat bendera komando itu tinggi-tinggi menuju benteng
Khaibar. Ia berhasil mencabut pintu benteng Khaibar dan menjadikannya sebagai
prisai untuk menangkal serangan orang-orang Yahudi. Pasukan Yahudi pun merasa gentar
ketakutan dan pucat pasi. Gerangan ksatria apakah ini?! Ia mampu mencopot pintu
benteng Khaibar dan menjadikannya sebagai perisai! Padahal pintu itu tidak
dapat dicopot kecuali oleh empat puluh orang kuat. Bagaimana mungkin pintu itu
dapat dicopot oleh satu orang saja?! Sungguh hal itu merupakan keajaiban yang
sangat menakjubkan.
Imam Ali as. Melawan Marhab
Marhab adalah seorang ksatria Yahudi yang gagah berani. Ia
menantang Imam Ali as. untuk bertanding. Marhab maju dengan mengenakan penutup
wajah pelindung buatan Yaman dan batu berlobang yang ia letakkan di kepalanya
seraya bersyair:
Khaibar tahu aku adalah Marhab.
Penghunus pedang pahlawan tangguh.
Bagai singa kekar menyerang musuh.
Penghunus pedang pahlawan tangguh.
Bagai singa kekar menyerang musuh.
Imam Ali as. menyambutnya. Ia mengenakan jubah berwarna
merah. Sebagai jawAbân syair Marhab, ia bersyair:
Akulah yang dinamai oleh ibuku Haidar.
Sang pemberani dan singa tak gentar.
Singa penerkam musuh bak halilintar.
Kedua lenganku terbuka lebar kekar.
Kekar dan tangguh bak singa hutan keluar.
‘Kan kutebas setiap batang leher pengingkar.
‘Kan kuperangi mereka untuk yang benar.
‘Kan kuperangi mereka dengan pedangku yang tegar.
Sang pemberani dan singa tak gentar.
Singa penerkam musuh bak halilintar.
Kedua lenganku terbuka lebar kekar.
Kekar dan tangguh bak singa hutan keluar.
‘Kan kutebas setiap batang leher pengingkar.
‘Kan kuperangi mereka untuk yang benar.
‘Kan kuperangi mereka dengan pedangku yang tegar.
Tidak seorang perawi pun yang berbeda pendapat bahwa syair
tersebut adalah syair Imam Ali as. Dalam bait-bait syairnya itu, Imam Ali as. menjelaskan
kegagahan, kekuatan, ketangkasan, keberanian, dan ketegarannya dalam menghadapi
orang-orng kafir dan para pembangkang.
Imam Ali as. maju menghadapi Marhab dengan keberaniannya
yang luar biasa. Dengan cepatnya menyabetkan pedangnya ke arah kepala Marhab
hingga menembus penutup kepalanya. Marhab pun terhuyung jatuh ke atas tanah
dengan darah yang bersimbah. Kemudian ia menyeret mayat Marhab dan
membiarkannya terkapar menjadi mangsa binatang-binatang buas dan burung-burung
pemakan bangkai. Dengan itu, Allah swt. telah menetapkan kemenangan yang
gemilang bagi Islam. Benteng Khaibar telah ditaklukkan dan Allah telah
menghinakan kaum Yahudi. Peperangan berakhir dan Imam Ali as. memberikan
pelajaran keberanian yang senantiasa dikenang di sepanjang sejarah.
5. Penaklukan Kota Mekah
Allah swt. telah menetapkan kemenangan yang nyata atas
hamba dan rasul-Nya, Muhammad saw. dan menghinakan kekuatan syirik dan tiran.
Kekuatan musuh-musuh Islam telah mengalami kegagalan dan kerugian yang besar.
Sementara kekuasaan Islam terbentang di semanjung jazirah Arabia dan bendera
tauhid berkibar megah.
Rasulullah saw. melihat bahwa kemenangan yang gemilang bagi
Islam tidak akan terealisasi sepenuhnya, kecuali dengan penaklukan kota Mekah
sebagai benteng kemusyrikan dan kekufuran kala itu yang senantiasa memeranginya
selama masih berada di sana. Nabi saw. meninggalkan kota Mekah dan telah
memiliki kekuatan. Ia bergerak menuju kota itu dengan bala tentara yang
terlatih sebanyak sepuluh ribu atau lebih prajurit bersenjata lengkap.
Tetapinya menyembunyikan tujuan keberangkatan itu kepada
para prajuritnya. Karenanya khawatir jika orang-orang kafir Quraisy tahu,
mereka akan mengadakan perlawanan dan terjadi pertumpahan darah di tanah Haram.
Oleh karena itu, ia merahasiakan tujuan perjalanan tersebut sehingga kedatangan
pasukan muslimin yang secara tiba-tiba tersebut dapat mengejutkan penduduk
Mekah.
Pasukan muslimin bergerak dengan cepat dan tanpa
menyia-nyiakan kesempatan sedikitpun hingga mereka memasuki daerah pinggiran
kota Mekah, sementara penduduknya tengah lelap dan lalai. Rasulullah saw.
segera memerintahkan para sahabat agar mengumpulkan kayu bakar. Seketika itu
juga, setumpuk besar kayu bakar telah terkumpul menggunung.
Pada malam gelap gulita itu, Nabi saw. memerintahkan agar
para sahabat menyulut kayu bakar-kayu bakar itu, sehingga jilatan-jilatan api
terlihat dari dalam kota Mekah. Melihat kejadian itu, Abu Sufyân betul-betul
terkejut dan khawatir atas jiwa raganya. Ia berkata kepada Badîl bin Warqâ’
yang tengah berada di sampingnya: “Aku belum pernah melihat sinar api seterang
malam ini sama sekali.” Badîl segera menimpali: “Demi Allah, ini adalah kobaran
api peperangan.”
Abu Sufyân mencemooh Badîl sembari berkata: “Kobaran api
peperangan! Cahaya api dan bala tentaranya tidak mungkin sesedikit ini.”
Rasa takut menyelimuti Abu Sufyân. Abbâs segera
mendatanginya. Ia mengetahui kedatangan pasukan Islam untuk menguasai kota
Mekah. Ia berkata kepada Abu Sufyân: “Hai Abu Hanzhalah!”
Abu sufyân yang mengenalnya segera berkata: “Apa ini Abul Fadhl?”
“Ya”, jawab Abbâs pendek.
“Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu”, tegas Abu Sufyân.
Abbâs menimpali: “Celaka engkau, hai Abu Sufyân. Itu adalah Rasulullah di tengah-tengah khalayak. Esok paginya akan menaklukkan Quraisy.”
Darah Abu Sufyân seketika itu membeku. Ia sangat khawatir terhadap diri dan kaumnya. Dia berkata dengan nada gemetar: “Apa yang harus kita lakukan?”
Abbâs segera memberikan solusi sehingga darahnya terjaga. Ia berkta: “Demi Allah, jika Rasulullah berhasil menangkapmu, ia pasti akan menebas batang lehermu. Naikilah ke punggung keledai tua ini. Aku akan mendatangi Rasulullah untuk mohon perlindungan untukmu.”
Abu sufyân yang mengenalnya segera berkata: “Apa ini Abul Fadhl?”
“Ya”, jawab Abbâs pendek.
“Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu”, tegas Abu Sufyân.
Abbâs menimpali: “Celaka engkau, hai Abu Sufyân. Itu adalah Rasulullah di tengah-tengah khalayak. Esok paginya akan menaklukkan Quraisy.”
Darah Abu Sufyân seketika itu membeku. Ia sangat khawatir terhadap diri dan kaumnya. Dia berkata dengan nada gemetar: “Apa yang harus kita lakukan?”
Abbâs segera memberikan solusi sehingga darahnya terjaga. Ia berkta: “Demi Allah, jika Rasulullah berhasil menangkapmu, ia pasti akan menebas batang lehermu. Naikilah ke punggung keledai tua ini. Aku akan mendatangi Rasulullah untuk mohon perlindungan untukmu.”
Abbâs membonceng Abu Sufyân yang sedang gemetar ketakutan.
Abu Sufyân tidak bisa tidur semalam suntuk. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi
atas dirinya karena berat dan banyaknya kejahatan yang telah ia lakukan atas
kaum muslimin. Setibanya di hadapan Rasulullah saw., ia berkata kepadanya:
“Celaka engkau, hai Abu Sufyân! Apakah hingga kini belum tiba waktunya untuk
kamu mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah?”
Nabi saw. tidak menampakkan dendam atas berbagai kejahatan
yang telah dilakukan oleh Abu Sufyân terhadapnya. Ia telah mengulurkan tirai
atas kejadian-kejadian tersebut demi menyebarkan ajaran Islam yang tidak menaruh
dendam terhadap kejahatan musuh-musuhnya. Abu Sufyân merengek di hadapan Nabi
saw. untuk memohon maaf seraya berkata: “Demi ayah dan ibuku, betapa engkau
pemaaf, berkepribadian mulia, dan penyambung persaudaraan. Demi Allah, sungguh
aku mengira bahwa sekiranya ada tuhan lain selain Allah, pasti ia tidak akan
membutuhkanku.”
Nabi saw. menoleh ke arah Abu Sufyân seraya berkata dengan
lemah lembut: “Celaka engkau, hai Abu Sufyân! Belumkah tiba waktunya untuk kamu
mengenal bahwa aku adalah utusan Allah?”
Ketika itu Abu Sufyân tidak mampu lagi menyembunyikan
kemusyrikan dan kekufuran yang sudah terukir dalam relung hatinya. Dia berkata
kepada Rasulullah saw.: “Demi ayah dan ibuku, betapa lembutnya engkau dan
betapa mulia dan penyambung persaudaraan engkau. Adapun masalah ini, hingga
saat ini di dalam hatiku masih terdapat sesuatu.”
Abbâs yang mendengar hal itu segera memberikan peringatan kepadanya bila ia tidak bersaksi atas kenabian dan tidak masuk Islam. Abbâs berkata: “Celakalah engkau. Masuklah Islam! Bersaksilah bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhamamd adalah Rasulullah sebelum lehermu ditebas!
Abbâs yang mendengar hal itu segera memberikan peringatan kepadanya bila ia tidak bersaksi atas kenabian dan tidak masuk Islam. Abbâs berkata: “Celakalah engkau. Masuklah Islam! Bersaksilah bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhamamd adalah Rasulullah sebelum lehermu ditebas!
Lelaki kotor dan keji itu tidak memiliki jalan lain. Ia
terpaksa masuk Islam dengan lisannya. Sementara kekufuran dan kemusyrikan masih
tetap terpendam di dalam relung hatinya.
Nabi saw. memerintahkan pamannya, Abbâs, agar menahan Abu
Sufyân di sebuah lembah yang sempit sehingga prajurit Islam melewatinya dan ia
menyaksikan mereka. Hal itu agar Quraisy merasa takut untuk mengadakan
perlawanan. Abbâs melaksanakan perintah Nabi saw. Para prajurit Islam
melaluinya dengan membawa aneka ragam senjata.
Abu Sufyân bertanya kepada Abbâs: “Siapakah ini?”
“Sulaim”, jawab Abbâs pendek.
“Aku tidak ada urusan dengan Sulaim”, tukas Abu Sufyân.
Tidak lama kemudian sekelompok pasukan berkuda lainnya lewat. Abu Sufyân bertanya lagi: “Siapakah ini?”
“Mazînah”, jawab Abbâs singkat.
“Aku tidak ada urusan dengan Mazînah”, tukas Abu Sufyân.
Kemudian Nabi saw. lewat dengan membawa pasukan berkuda yang berpakain hijau dengan pedang terhunus. Ia dikelilingi para sahabatnya yang pemberani. Melihat itu, Abu Sufyân merasa gentar. Ia bertanya: “Siapakan pasukan berkuda itu?”
“Itu adalah Rasulullah bersama Muhajirin dan Anshar”, jawab Abbâs pendek.
“Sungguh kerajaan kemenakanmu telah hebat”, tukas Abu Sufyân.
Abbâs menimpali: “Hai Abu Sufyân, itulah kenabian.”
“Sulaim”, jawab Abbâs pendek.
“Aku tidak ada urusan dengan Sulaim”, tukas Abu Sufyân.
Tidak lama kemudian sekelompok pasukan berkuda lainnya lewat. Abu Sufyân bertanya lagi: “Siapakah ini?”
“Mazînah”, jawab Abbâs singkat.
“Aku tidak ada urusan dengan Mazînah”, tukas Abu Sufyân.
Kemudian Nabi saw. lewat dengan membawa pasukan berkuda yang berpakain hijau dengan pedang terhunus. Ia dikelilingi para sahabatnya yang pemberani. Melihat itu, Abu Sufyân merasa gentar. Ia bertanya: “Siapakan pasukan berkuda itu?”
“Itu adalah Rasulullah bersama Muhajirin dan Anshar”, jawab Abbâs pendek.
“Sungguh kerajaan kemenakanmu telah hebat”, tukas Abu Sufyân.
Abbâs menimpali: “Hai Abu Sufyân, itulah kenabian.”
Abu Sufyân menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata
dengan menghina: “Ya, kalau begitu.”
Lelaki jahiliah ini tidak beriman kepada Islam. Ia hanya mengerti tentang kerajaan dan kekuasaan. Setelah itu Abbâs membebaskannya. Abbâs segera masuk ke dalam kota Mekah dan berteriak dengan keras: “Hai kaum Quraisy, Muhammad telah datang kepada kalian dengan pasukan yang kalian tidak mungkin dapat melawannya. Barang siapa yang memasuki rumah Abu Sufyân, maka ia akan aman.”
Orang-orang Quraisy berkata kepada Abbâs: “Rumahmu tidak dapat menjamin kemanan kami?”
“Barang siapa yang menutup pintunya, maka ia akan aman. Dan barang siapa yang masuk ke dalam masjid, maka ia akan aman”, teriak Abbâs lagi.
Lelaki jahiliah ini tidak beriman kepada Islam. Ia hanya mengerti tentang kerajaan dan kekuasaan. Setelah itu Abbâs membebaskannya. Abbâs segera masuk ke dalam kota Mekah dan berteriak dengan keras: “Hai kaum Quraisy, Muhammad telah datang kepada kalian dengan pasukan yang kalian tidak mungkin dapat melawannya. Barang siapa yang memasuki rumah Abu Sufyân, maka ia akan aman.”
Orang-orang Quraisy berkata kepada Abbâs: “Rumahmu tidak dapat menjamin kemanan kami?”
“Barang siapa yang menutup pintunya, maka ia akan aman. Dan barang siapa yang masuk ke dalam masjid, maka ia akan aman”, teriak Abbâs lagi.
Hati kaum Quraisy menjadi tenang. Mereka segera masuk ke
dalam rumah mereka dan masjid. Sementara itu, Hindun menentang Abu Sufyân.
Hatinya dipenuhi kekecewaan. Ia berteriak dengan keras untuk membangkitkan
amarah kaum Quraisy terhadap Abu Sufyân: “Bunuhlah lelaki keji dan kotor ini!
Tindakannya tidak sesuai dengan tindakan seorang pemimpin suatu kaum.”
Abu Sufyân memperingatkan kaum Quraisy agar tidak melawan
dan mengajak mereka untuk menyerah. Nabi saw. memasuki kota Mekah bersama bala
tentara Islam. Allah swt. telah menghinakan Quraisy dan membahagiakan muslimin
yang tertindas selama ini. Nabi saw. segera menuju ke Ka’bah untuk
menghancurkan patung-patung sembahan orang-orang kafir Quraisy. Ia saw.
menikamkan tombak di bagian mata Hubal sambil berkata: “Telah datang kebenaran
dan telah sirna kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itu pasti sirna.”
Kemudiannya saw. memerintahkan Ali as. agar menaiki
pundaknya untuk menghancurkan patung-patung dan membersihkan Baitullah yang
suci itu darinya. Ali as. mengangkat patung-patung itu dan melemparkannya ke
atas tanah hingga hancur. Dengan itu, patung-patung itu telah hancur di tangan
pahlawan Islam, sebagaimana patung-patung pernah dihancurkan oleh kakeknya,
Ibrahim Khalîlullâh.
Haji Wadâ’
Nabi saw. merasa bahwa ia tidak lama lagi akan berangkat
menghadap ke haribaan suci Ilahi. Karena itu, ia merasa perlu untuk melakukan
haji ke Baitullah untuk menetapkan jalan-jalan keselamatan buat umat manusia.
Pada tahun ke-10 Hijriah, ia berangkat menunaikan ibadah haji. Ia mengumumkan
kepada segenap penduduk bahwa tidak lama laginya akan berangkat menuju ke alam
akhirat dan meninggalkan dunia fana ini untuk selamanya. Ia bersabda: “Aku
tidak tahu, barangkali setelah tahun ini aku tidak dapat berjumpa lagi dengan
kalian untuk selamanya dalam kondisi seperti ini.”
Dengan informasi itu, jamaah haji merasa takut dan khawatir. Mereka melakukan tawaf dengan perasaan sedih sembari berguman: “Nabi saw. telah memberitahukan kematian dirinya.”
Dengan informasi itu, jamaah haji merasa takut dan khawatir. Mereka melakukan tawaf dengan perasaan sedih sembari berguman: “Nabi saw. telah memberitahukan kematian dirinya.”
Nabi saw. menetapkan jalan-jalan keselamatan yang dapat
menjaga umat dari segala fitnah dan menjamin kehidupan mereka yang mulia. Ia
saw. bersabda: “Hai manusia, aku tinggalkan buat kalian dua pusaka yang sangat
berharga, yaitu kitab Allah dan ‘Itrahku, keluargaku.”
Ya, berpegang teguh kepada kitab Allah, mengamalkan isinya,
dan ber-wilâyah kepada Ahlul Bait as. adalah sebuah jaminan bagi umat dari
penyimpangan dalam kehidupan dunia ini. Setelah selesai melakukan ibadah haji,
Rasulullah saw. menyampaikan sebuah ceramah yang sangat indah. Dalam ceramah
ini ia telah menjelaskan poin-poin yang sangat penting dan ajaran-ajaran Islam
yang sangat benderang.
Ia mengakhiri ceramah itu dengan pesan: “Sepeninggalku
nanti, jangan sampai kalian kembali kepada kekufuran dan kesesatan sehingga
segolongan dari kalian membunuh segolongan yang lain. Sesungguhnya aku telah
meninggalkan untuk kalian dua buah pusaka yang kalian pasti tidak akan tersesat
untuk selamanya bila berpegang teguh kepadanya. Yaitu kitab Allah dan ‘Itrahku,
keluargaku. Apakah aku telah menyampaikan hal ini kepada kalian?”
“Ya”, jawab mereka serentak.
Kemudian Nabi saw. bersabda lagi: “Ya Allah, saksikanlah! Sesungguhnya kalian akan dimintai tanggung jawab. Hendaknya kalian yang hadir di sini menyampaikan kepada yang gaib.”
Kami telah memaparkan teks ceramahnya saw. ini dalam Mawsû’ah Al-Imam Amiril Mukminin as., jilid 2.
Kemudian Nabi saw. bersabda lagi: “Ya Allah, saksikanlah! Sesungguhnya kalian akan dimintai tanggung jawab. Hendaknya kalian yang hadir di sini menyampaikan kepada yang gaib.”
Kami telah memaparkan teks ceramahnya saw. ini dalam Mawsû’ah Al-Imam Amiril Mukminin as., jilid 2.
Muktamar Ghadir Khum
Setelah Nabi saw. menunaikan ibadah haji, ia kembali ke
kota Madinah bersama rombongan jamaah haji. Ketika ia sampai di Ghadir Khum,
malaikat Jibril turun kepadanya dengan membawa perintah Allah swt. yang maha
penting. Allah swt. memerintahkan agarnya menghentikan rombongan di tempat
tersebut guna mengangkat Ali as. sebagai khalifah dan imam atas umat setelahnya
wafat. Juga ditekankan bahwa ia tidak boleh menunda-nunda pelaksanaan perintah
itu. Ketika itu turun ayat: “Hai Rasulullah, sampaikanlah apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka berarti engkau
belum menyapaikan semua risalah-Nya. Dan Allah menjagamu dari kejahatan
manusia.” (QS. Al-Mâ’idah [5]:67)
Rasulullah saw. menerima perintah tersebut dengan penuh
perhatian. Dengan tekad yang kuat membaja dan kehendak yang bulat, ia menghentikan
perjalanan di tengah-tengah terik matahari padang pasir. Ia memerintahkan agar
kafilah jamaah haji berhenti untuk mendengarkan ceramah yang akannya sampaikan
kepada mereka. Nabi saw. mengerjakan salat. Setelah usai salat, ia
memerintahkan supaya pelana-pelana unta disusun menjadi mimbar. Setelah itu, ia
saw. menyampaikan ceramah dengan penuh semangat. Ia menyampaikan berbagai
kesulitan dan rintangan yang melitang jalan dakwah Islam yang pada saat itu
umat manusia beada dalam kesesatan. Kemudian ia menyelamatkan mereka. Ia telah
menanamkan pondasi kultur (Islam) dan kemajuan umat manusia. Kemudian ia saw.
menoleh kepada mereka seraya berkata: “Lihatlah bagaimana kalian memperlakukan
dua puaka berharga ini.”
Ketika itu sebagian orang bertanya: “Apakah dua pusaka itu,
ya Rasulullah?”
Rasulullah saw. menjawab: “Pusaka yang lebih besar adalah kitab Allah; satu bagian jungnya berada di tangan Allah dan satu ujungnya yang lain berada di tangan kalian. Maka berpegang teguhlah kepadanya dan janganlah kalian tersesat. Pusaka lainnya adalah lebih kecil, yaitu keluargaku. Sesungguhnya Allah Yang Maha Lembut dan Mengetahui memberitahukan kepadaku bahwa kedua pusaka itu tidak akan berpisah hingga keduanya menjumpaiku di telaga Haudh. Kemudian aku mohon hal itu kepada Tuhanku. Maka janganlah kalian mendahului keduanya, karena kalian pasti akan binasa, dan janganlah kalian lalai dari keduanya, niscaya kalian akan hancur ….”
Kemudian Nabi saw. mengangkat tangan washî dan pintu kota ilmunya, Ali as. dan mewajibkan muslimin untuk ber-wilâyah kepadanya. Ia telah menobatkan dia sebagai pemimpin umat untuk menunjukkan mereka kepada jalan yang lurus.
Beliau saw. bersabda: “Hai manusia, siapakah yang lebih utama terhadap orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri?”
Rasulullah saw. menjawab: “Pusaka yang lebih besar adalah kitab Allah; satu bagian jungnya berada di tangan Allah dan satu ujungnya yang lain berada di tangan kalian. Maka berpegang teguhlah kepadanya dan janganlah kalian tersesat. Pusaka lainnya adalah lebih kecil, yaitu keluargaku. Sesungguhnya Allah Yang Maha Lembut dan Mengetahui memberitahukan kepadaku bahwa kedua pusaka itu tidak akan berpisah hingga keduanya menjumpaiku di telaga Haudh. Kemudian aku mohon hal itu kepada Tuhanku. Maka janganlah kalian mendahului keduanya, karena kalian pasti akan binasa, dan janganlah kalian lalai dari keduanya, niscaya kalian akan hancur ….”
Kemudian Nabi saw. mengangkat tangan washî dan pintu kota ilmunya, Ali as. dan mewajibkan muslimin untuk ber-wilâyah kepadanya. Ia telah menobatkan dia sebagai pemimpin umat untuk menunjukkan mereka kepada jalan yang lurus.
Beliau saw. bersabda: “Hai manusia, siapakah yang lebih utama terhadap orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri?”
Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah adalah pemimpinku dan aku adalah pemimpin kaum mukminin. Maka aku lebih utama terhadap mereka daripada diri mereka sendiri. Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali ini adalah pemimpinnya.” Ia mengulangi ucapan ini sampai tiga kali.
Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah adalah pemimpinku dan aku adalah pemimpin kaum mukminin. Maka aku lebih utama terhadap mereka daripada diri mereka sendiri. Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali ini adalah pemimpinnya.” Ia mengulangi ucapan ini sampai tiga kali.
Setelah itunya melanjutkan: “Ya Allah, bimbinglah orang
yang ber-wilâyah kepada Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya. Cintailah
orang yang mencintainya dan murkailah orang yang memurkainya. Tolonglah orang
yang menolongnya dan hinakanlah orang yang menghinakannya. Dan sertakanlah hak
bersamanya di mana saja dia berada. Hendaknya yang hadir menyampaikan hal ini
kepada yang gaib ….”
Dengan ucapan tersebut, Nabi Muhammad saw. mengakhiri
pidatonya, sebuah pidato yang menentukan Ali as. sebagai rujukan seluruh umat
manusia sepeninggalnya saw. Ia telah menentukan seorang pemimpin yang mengatur
seluruh urusan kamu muslimin setelahnya.
Kaum muslimin menyambut hal itu dengan membaiat Imam Ali
as. dan menyampaikan ucapan selamat atas jabatannya sebagai pemimpin muslimin.
Nabi saw. memerintahkan para Ummul Mukminin agar membaiatnya. Umar bin
Khaththab pun maju menghadap Ali as. untuk mengucapkan selamat dan
menyalAmînya.
Ketika itu Umar mengucapkan ucapannya yang masyhur:
“Selamat, hai putra Abi Thalib, engkau telah menjadi pemimpinku dan pemimpin
setiap mukmin laki-laki dan perempuan.”
Hassân bin Tsâbit pun bangkit untuk membacakan bait-bait syairnya:
Hassân bin Tsâbit pun bangkit untuk membacakan bait-bait syairnya:
Nabi memanggil mereka pada hari Ghadir Khum, dengarkanlah
Rasul memanggil.
Dia berkata: “Siapaklah maula dan nabi kalian?” Mereka menjawab dan tidak seorang pun buta: “Tuhanmu adalah maula kami, dan engkau adalah nabi kami. Tak seorang pun di antara kami yang menentang.”
Dia bekata: “Bangkitlah, hai Ali. Aku rela engkau sebagai imam dan penunjuk jalan setelahku.
Barang siapa aku adalah walinya, maka Ali adalah walinya. Hendaklah kalian menjadi pengikutnya yang jujur.”
Dia berdoa: “Ya Allah, cintailah orang yang membantunya dan musuhilah orang yang mendengkinya.”
Sesungguhnya membaiat Imam Ali as. pada peristiwa Ghadir Khum adalah bagian dari missi Islam. Barang siapa yang mengingkarinya, berarti ia telah mengingkari Islam, seperti ditegaskan Allamah Al-’Alâ’ilî.
Dia berkata: “Siapaklah maula dan nabi kalian?” Mereka menjawab dan tidak seorang pun buta: “Tuhanmu adalah maula kami, dan engkau adalah nabi kami. Tak seorang pun di antara kami yang menentang.”
Dia bekata: “Bangkitlah, hai Ali. Aku rela engkau sebagai imam dan penunjuk jalan setelahku.
Barang siapa aku adalah walinya, maka Ali adalah walinya. Hendaklah kalian menjadi pengikutnya yang jujur.”
Dia berdoa: “Ya Allah, cintailah orang yang membantunya dan musuhilah orang yang mendengkinya.”
Sesungguhnya membaiat Imam Ali as. pada peristiwa Ghadir Khum adalah bagian dari missi Islam. Barang siapa yang mengingkarinya, berarti ia telah mengingkari Islam, seperti ditegaskan Allamah Al-’Alâ’ilî.
Duka Abadi
Setelah Nabi saw. menyampaikan risalah Tuhan dan menjadikan
Ali as. sebagai pemimpin umat, kesehatannya mulai menurun hari demi hari. Ia
terjangkit penyakit demam berat seperti panas yang membakar. Ia mengenakan
sehelai selimut. Jika istri-istrinya dan para penjenguk meletakkan tangan
mereka di atas selimut tersebut, mereka pasti merasakan panasnya.
Kaum muslimin berbondong-bondong menjenguknya. Ia memberitahukan kepada mereka tentang ajalnya dan menyampaikan wasiatnya yang abadi. Ia berkata: “Hai manusia, sebentar lagi nyawaku segera akan diambil, lalu aku akan dibawa. Aku sampaikan kepada kalian sebuah amanat demi menyempurnakan hujah bagi kalian. Aku tinggalkan untuk kalian kitab Allah dan ‘Itrahku, Ahlul Baitku.”
Kaum muslimin berbondong-bondong menjenguknya. Ia memberitahukan kepada mereka tentang ajalnya dan menyampaikan wasiatnya yang abadi. Ia berkata: “Hai manusia, sebentar lagi nyawaku segera akan diambil, lalu aku akan dibawa. Aku sampaikan kepada kalian sebuah amanat demi menyempurnakan hujah bagi kalian. Aku tinggalkan untuk kalian kitab Allah dan ‘Itrahku, Ahlul Baitku.”
Ajal begitu cepat mendekat kepadanya. Pada waktu itu, ia
membaca ada glagat-glagat fanatisme golongan di dalam diri para sahabat untuk
berusaha keras mengalihkan kekhalifahan dari Ahlul Baitnya as. Ia berpikir
bahwa jalan yang paling tepat adalah mengosongkan kota Madinah dari mereka
dengan cara mengutus mereka untuk memerangi bangsa Romawi. Ia menyiapkkan satu
pasukan perang di bawah komando Usâmah bin Zaid yang masih berusia muda. Ia
saw. tidak menyerahkan kepemimpinan pasukan kepada sahabat yang sudah berumur.
Bahkan ia malah memerintahkan mereka menjadi prajurit Usâmah. Mereka merasa
keberatan untuk bergabung dalam pasukan perang Usâmah itu.
Mengetahui hal itu, Rasulullah saw. segera naik ke atas
mimbar dan menyampaikan pidato. Ia berkata: “Laksanakanlah perintah Usâmah!
Semoga Allah melaknat orang-orang yang membelot dari pasukan Usâmah.”
Perintahnya yang tegas ini tidak menyenangkan hati mereka. Mereka malah memasukkan ucapannya itu ke telinga kanan dan mengeluarkannya dari telinga kiri. Mereka tidak menaati perintahnya. Ada beberapa pembahasan penting lain dari bagian sejarah Islam ini, dan kami telah memaparkannya dalam kitab Hayâh Al-Imam Hasan as
Perintahnya yang tegas ini tidak menyenangkan hati mereka. Mereka malah memasukkan ucapannya itu ke telinga kanan dan mengeluarkannya dari telinga kiri. Mereka tidak menaati perintahnya. Ada beberapa pembahasan penting lain dari bagian sejarah Islam ini, dan kami telah memaparkannya dalam kitab Hayâh Al-Imam Hasan as
Tidak ada komentar:
Posting Komentar